PCM dengan Sampling, Kuantisasi, Pengkodean
APA ITU PCM???????
Penjelasan secara singkat:
Secara blok diagram sistem PCM ini ditunjukkan dalam gambar 2.1. Untuk membangkitkan sinyal PCM dari sumber analog pada dasarnya memerlukan tiga proses dasar yaitu, sampling, kuantisasi dan pengkodean (coding). Untuk membangkitkan kembali sinyal informasi aslinya , pada bagian penerima dibutuhkan proses sebaliknya yaitu, pedekodean (decoding) serta pengembalian sinyal ke bentuk analognya dengan menggunkan filter low-pass.
Dengan memperhatikan persamaan 2-1, proses sampling dapat dikatakan sebagai ptoses modulasi amplitido denag S(t) sebagai gelombnagn pembawa dengan frekuensi ws dan x(t) sebagai gelombang pemodulasi denagn frekuensi wm. Dengan menggunakan deret Fourier S(t) dapat dinyatakan sebagai:
Gambar 2.4 Spektrum frekuensi sinyal sampel
Gambar 2.5 Laju sampling dan Spektrum sinyal sampel
Untuk menjadikan sinyal kontinyu terkuantisasi dapat didekati dengan rangkaian ‘Zero Order Hold’
Persamaan g(t) di atas bila di-laplace-kan menjadi:
Berikut hasil sampling ideal dan ZOH
Gambar 2.6 Sinyal sampel yang dikuantisasi
Gambar 2.7 Macam-macam kode biner
PCM / Pulse Code Modulation atau
Modulasi Kode Pulsa adalah salah satu teknik memproses suatu sinyal analog
menjadi sinyal digital melalui kode-kode pulsa. Proses-proses utama pada sistem
PCM, diantaranya Proses Sampling (Pencuplikan), Quantizing (Kuantisasi), Coding
(Pengkodean), Decoding (Pengkodean Kemba
li).
li).
1. Sampling adalah
: proses pengambilan sample atau contoh besaran sinyal analog pada titik
tertentu secara teratur dan berurutan
Frekuensi sampling harus lebih besar dari 2 x frekuensi yang disampling (sekurang-kurangnya memperoleh puncak dan lembah) [teorema Nyqust]
Frekuensi sampling harus lebih besar dari 2 x frekuensi yang disampling (sekurang-kurangnya memperoleh puncak dan lembah) [teorema Nyqust]
Hasil
penyamplingan berupa PAM (Pulse Amplitude Modulation
2. Quantisasi : Proses menentukan segmen-segmen dari amplitudo sampling dalam level-level kuantisasi
Amplitudo dari masing-masing sample dinyatakan dengan harga integer dari level kuantisasi yang terdekat
3. Pengkodean : proses mengubah (mengkodekan) besaran amplitudo sampling ke bentuk kode digital biner
4. Multiplexing : dari banyak input menjadi satu output
fungsi : Untuk penghematan transmisi
Menjadi dasar penyambungan digital
2. Quantisasi : Proses menentukan segmen-segmen dari amplitudo sampling dalam level-level kuantisasi
Amplitudo dari masing-masing sample dinyatakan dengan harga integer dari level kuantisasi yang terdekat
3. Pengkodean : proses mengubah (mengkodekan) besaran amplitudo sampling ke bentuk kode digital biner
4. Multiplexing : dari banyak input menjadi satu output
fungsi : Untuk penghematan transmisi
Menjadi dasar penyambungan digital
ket : LPF = Low Pass Filter
A/D = Analog to Digital
P/S = Paralel to Serial
Pada Gambar A ditunjukkan diagram blok
proses pengiriman pada PCM diantaranya: Filter (LPF), Sampler, Quantizer dan
Coder. Pada tahap pertama, sinyal input (analog) dengan frekuensi fm masih
bercampur dengan noise atau sinyal lain yang berfrekuensi lebih tinggi. Untuk
menghilangkan sinyal-sinyal yang tidak di inginkan(noise) tersebut digunakan
LPF (low pass filter) seperti yang ditunjukkan Gambar B.
Ket : fm = frekuensi informasi
t = time / waktu
v = amplitudo / tegangan
Setelah sinyal di filter, selanjutnya adalah
pengambilan sample seperti yang ditunjukkan pada Gambar A dan C. Frekuensi
sampling (fs) harus lebih besar atau sama dengan dua kali frekuensi
sinyal informasi (fs ≥ 2fm) ; sesuai dengan Theorema Nyquist. Sinyal
output sampler disebut sinyal PAM (Pulse Amplitudo Modulation).
Sinyal PAM tersebut yang merupakan
potongan dari sinyal aslinya kemudian diberi nilai (level) sesuai dengan
amplitudo dari masing-masing sample sinyal (Gambar C). Jumlah pembagian level
sinyal yang digunakan disuaikan dengan jumlah bit yang di inginkan untuk
mengkodekan satu sample sinyal PAM berdasarkan persamaan berikut;
N adalah jumlah level sample yang di
ambil dan n adalah jumlah bit yang digunakan untuk mengkodekan
satu sinyal PAM. Misalkan sinyal-sinyal PAM tersebut akan dikodekan menjadi 4
bit maka jumlah level yang akan diperoleh adalah;
Ket : LSB = Low Significant Band
MSB = Most Significant Band
Selanjutya, setiap sample yang telah terkuantisasi masuk ke dalam blok
CODER. Pada tahapan ini , sample sinyal yang masih berbentuk analog dirubah
menjadi biner dengan urutan serial. CODER sendiri terdiri dari dua blok utama
yaitu, A/D Converter yang berfungsi untuk merubah sinyal analog menjadi
biner, akan tetapi keluarannya masih dalam bentuk parallel seperti yang di
tunjukkan Gambar D, karenanya di butuhkan blok kedua berupa P/S Converter agar
deretan biner menjadi serial.
Ket : S/P = Serial to Parallel
D/A = Digital to Analog
Pada penerima (Gambar E) sinyal yang
masuk telah mengalami peredeman dan kembali bercampur dengan berbagai sinyal
lain yang tidak di inginkan (noise) selama proses pengiriman, hal ini merusak
sinyal informasi sehingga akan lebih sulit untuk di proses. Karenanya, sinyal
harus diperbaiki terlebih dahulu dengan menggunakan “Regenerative Repeater”
seperti yang ditunjukkan pada Gambar E dan F.
Selanjutnya dengan menggunakan prinsip
yang sama, deretan sinyal biner yang telah diperbaiki tersebut di rubah kembali
menjadi bentuk analog melalui proses DECODER. Sinyal yang masih merupakan
deretan seri di rubah menjadi parallel dan dikonversikan ke analog, sehingga
output DECODER merupakan sinyal PAM seperti yang terlihat pada Gambar E dan G.
Sinyal PAM ini kemudian difilter dengan menggunakn LPF untuk mengembalikannya
menjadi sinyal informasi yang di inginkan.
Penjelasan secara singkat:
Proses-proses dasar didalam teknik PCM adalah proses
sampling, kuantisasi dan enkoding, seperti pada gambar dibawah ini.
Sampling (pencuplikan) adalah proses pengambilan sampel-sampel dari sebuah sinyal kontinyu yang dilakukan dengan cara mengukur amplitudonya secara periodik di waktu-waktu tertentu. Kuantisasi adalah proses merepresentasikan sampel-sampel amplitudo yang didapatkan menjadi nilai-nilai (atau ‘tingkat-tingkat’) diskrit. Enkoding (penyandian) mengubah tingkat-tingkat diskrit ini menjadi sekumpulan kode sandi digital. Proses sampling mengubah sebuah sinyal kontinyu menjadi sinyal diskrit pada sumbu waktu, sedangkan proses kuantisasi mengubah nilai-nilai amplitudo yang kontinyu menjadi nilai-nilai ‘tingkat’ yang diskrit. Sehingga, sampling dan kuantisasi secara total mengubah sebauh sinyal analog menjadi sinyal digital. Operasi sampling dan kuantisasi biasanya dijalankan oleh sebuah perangkat yang sama, yang disebut konverter analog-ke-digital (konverter A/D). Namun, adalah proses enkoding yang membedakan PCM dari teknik-teknik modulasi pulsa analog.
Sampling (pencuplikan) adalah proses pengambilan sampel-sampel dari sebuah sinyal kontinyu yang dilakukan dengan cara mengukur amplitudonya secara periodik di waktu-waktu tertentu. Kuantisasi adalah proses merepresentasikan sampel-sampel amplitudo yang didapatkan menjadi nilai-nilai (atau ‘tingkat-tingkat’) diskrit. Enkoding (penyandian) mengubah tingkat-tingkat diskrit ini menjadi sekumpulan kode sandi digital. Proses sampling mengubah sebuah sinyal kontinyu menjadi sinyal diskrit pada sumbu waktu, sedangkan proses kuantisasi mengubah nilai-nilai amplitudo yang kontinyu menjadi nilai-nilai ‘tingkat’ yang diskrit. Sehingga, sampling dan kuantisasi secara total mengubah sebauh sinyal analog menjadi sinyal digital. Operasi sampling dan kuantisasi biasanya dijalankan oleh sebuah perangkat yang sama, yang disebut konverter analog-ke-digital (konverter A/D). Namun, adalah proses enkoding yang membedakan PCM dari teknik-teknik modulasi pulsa analog.
Untuk lebih jelasnya:
Modulasi Kode Pulsa (PCM)
PCM merupakan suatu sistem penyaluran
sinyal dimana sebelum ditrasmisikan, sinyal informasi yang umumnya analog
terlebuh dulu dikonversikan kedalam bentuk kode . Kode yang umum digunakan
dalam PCM adalah kode biner n-bit.
Dalam perkembangannya dan dari
berbagai analisa yang telah dilakukan , diakui bahwa sistem PCM mempunyai
keunggulan diantaranya sistem peyaluran informasi yang ada . Keunggulan yang
paling menonjol adalah kemampuanya dalam menekan noise dan interferensi.
Secara blok diagram sistem PCM ini ditunjukkan dalam gambar 2.1. Untuk membangkitkan sinyal PCM dari sumber analog pada dasarnya memerlukan tiga proses dasar yaitu, sampling, kuantisasi dan pengkodean (coding). Untuk membangkitkan kembali sinyal informasi aslinya , pada bagian penerima dibutuhkan proses sebaliknya yaitu, pedekodean (decoding) serta pengembalian sinyal ke bentuk analognya dengan menggunkan filter low-pass.
Gambar 2.1 Sistem Modulasi Kode Pulsa
2.2 Sampling
Proses sampling merupakan
proses awal untuk mengkonversikan sinyal analog menjadi sinyal digital .Dalam proses
ini sinyal analog disampel secara periodik dalam selang waktu yang tetap,
sehingga diperoleh sinyal yang diskontinyu dengan amplitudo sesaat dari sinyal
analog tersebut.
Prinsip dari proses sampling
dapat dijelaskan dengan menggunakan switching
sampling seperti yang ditunjukkan dala gambar 2.2.
Gambar 2.2 Switching Sampling
Switch secara periodik
bergiliran antara dua buah kontak dengan laju fs (laju sampling), dengan fs= 1/Ts Hz , dimana Ts adalah waktu bagi switch untuk kembali keposisi semula
atau disebut dengan periode sampling. Keluaran dari proses sampling xs (t) terdiri dari segmen x(t) dan dapat
dinyatakan sebagai:
xs(t) = x(t).
S(t)………………………………………………………….. (2-1)
dimana x(t)
adalah sinyal analog yang disampel dan S(t) merupakan fungsi switching atau sampling yang berupa deretan pulsa-pulsa periodik seperti
ditunjukkan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Sampling
diartikan sebagai perkalian
Dengan memperhatikan persamaan 2-1, proses sampling dapat dikatakan sebagai ptoses modulasi amplitido denag S(t) sebagai gelombnagn pembawa dengan frekuensi ws dan x(t) sebagai gelombang pemodulasi denagn frekuensi wm. Dengan menggunakan deret Fourier S(t) dapat dinyatakan sebagai:
…………………………………………………(2-2)
dimana a0 adalah komponen searah dari
sinyal dan an merupakan konstanta fourier yang nilainya tergantung dari
bentuk sinyal . Dengan mengansumsikan bahwa x(t) merupakan suatu gelombang
sinusoida didapatkan:
………………………………….(2-3)
dengan
menggunakan aturan trigomometri didapatkan:
……………..(2-4)
Dari
persamaan 2-4 dapat digambarkan bentuk spektrum frekuensinya seperti gambar
2.4.
Gambar 2.4 Spektrum frekuensi sinyal sampel
Dari bentuk spektrum sinyal sampel
diatas , dapat direkonstruksikan kembali sinyal yang dibatasi pita wm dengan menggunakan atau melewatkan
sinyal sampel pada filter low fass yang
memiliki lebar pita (bandwidth) wm. Untuk dapat memisahkan sinyal pita
dasar dari harmonisanya tanpa distorsi harus memenuhi syarat:
ws- wm ³ wm………………………………………………………………(2-5)
sehingga
diperoleh bahwa :
fs ³ 2 fm……………………………………………………………………(2-6)
dimana fs
merupakan frekuensi sampling dan fm
adalah frekuensi tertinggi dari sinyal yang diijinkan.
Variasi laju sampling fm serta hubungnnya dengan bentuk spektrum
frekuensi sinyal diilustrasikan pada gambar 2-5. Dari gambar ini dapat
dijelaskan tiga keadaan penting dari proses sampling
serta hubungannya dengan rekonstruksi sinyal dipenerima yaitu:
Gambar 2.5 Laju sampling dan Spektrum sinyal sampel
1.
Keadaan dimana frekuensi sampling fs sama dengan dua
kali frekuensi tertinggi sinyal (fs = 2 fm) , gambar (b).
Spektrum sinyal dasar akan tepat berimpit dengan harmonisanya . Keadaan khusus
ini merupakan laju sampling minimum
yang disebut dengan laju Nyquist .
Sinyal dasar dapat dipisahkan dari harmonisanya dengan suatu filter low-pass yang memiliki karakteristik dengan
frekuensi potong yang sangat tajam , filter seperti ini sangat sulit
direalisasikan dalam praktek.
2.
Kedaan dimana fs lebih
kecil dari 2fm , gambar (c) . Spektrum sinyal pita dasar tumpang
tindih dengan harmonisanya . Gejala ini dinamakan aliasing.
Sinyal dasar tidak dapat dipisahkan dari harmonisanya tanpa distorsi.
3.
Kedaan dimana fs lebih
besar dari 2fm , gambar (d) . Diantara sinyal pita dasar dan
harmonisanya terdapat celah kosong yanng dinamakan pita penjaga (bodyguard) . Sinyal dasar dengan mudah
dapat dipisahkan dari harmonisanya dengan suatu filter low-pass dengan lebar pita fm tanpa distorsi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk
dapat mengambil kembali sinyal yang disampel tanpa distorsi (cacat) dengan
filter low-pass diperlukan laju sampling minimum dua kali dari frekuensi
sinyal sumber tertinggi yang diijinkan.
Dalam prakteknya laju sampling lebih sering dipilih lebih
besar dari dua kali frekuensi tertinggi sinyal sumber analog. Ini maksudnya
untuk mendapatkan kembali sinyal yang disampel relatif lebih mudah dan tidak
terdistorsi. Sebagai contoh, untuk sinyal telepon yang dibatasi pita pada
0,3 -
3,4 KHz , dipilih frekuensi sampling
sebesar 8 khz , sehingga antara sinyal dasar dengan harmonisanya terdapat
pita penjaga sebesar 1,2 khz.
Atauu
Proses sampling/pencuplikan
Proses ini mengubah representasi sinyal yang
tadinya berupa sinyal kontinyu menjadi sinyal diskrit. Dapat juga diibaratkan
sebagai sebuah saklar on/off yang membuka dan menutup setiap periode
tertentu(T)
Sinyal sampling ideal (r*(t)) dapat kita nyatakan
dalam bentuk perkalian sinyal input r(t) dan sinyal delta pulse train P(t).
Bentuk matematis ialah
Gambar hasil sampling ideal
Hasil Sampling Menggunakan Matlab
Kaidah sampling
Kecepatan pengambilan sampel (frekuensi sampling)
dari sinyal analog yang akan dikonversi haruslah memenuhi kriteria Nyquist
yaitu:
dimana frekuensi
sampling (Fs) minimum adalah 2 kali frekuensi sinyal analog yang akan
dikonversi (Finmax). Misalnya bila sinyal analog yang akan dikonversi mempunyai
frekuensi sebesar 100Hz maka frekuensi sampling minimum dari ADC adalah 200Hz.
Atau bila dibalik, bila frekuensi sampling ADC sebesar 200Hz maka sinyal analog
yang akan dikonversi harus mempunyai frekuensi maksimum 100Hz. Apabila kriteria
Nyquist tidak dipenuhi maka akan timbul efek. Disebut aliasing karena frekuensi
tertentu terlihat sebagai frekuensi yang lain (menjadi alias dari frekuensi
lain).
Zero Order HoldUntuk menjadikan sinyal kontinyu terkuantisasi dapat didekati dengan rangkaian ‘Zero Order Hold’
Sinyal hasil sampling yang telah berubah dari
sinyal kontinus menjadi sinyal diskrit harus dikalikan dengan impulse respon
dari zero-order hold, hal ini agar sinyal tersebut menjadi sinyal kontinyu
terkuantisasi.
Impuls respon dari zero-order hold:Persamaan g(t) di atas bila di-laplace-kan menjadi:
Berikut hasil sampling ideal dan ZOH
Aplikasi Sampling Process
Dalam sistem kontrol digital terdapat konverter
A/D yang berfungsi mengubah sinyal kontinyu menjadi sinyal diskrit. Proses
sampling terjadi pada blok A/D dimana sinyal error analog diubah ke sinyal
digital untuk kemudian diproses oleh komputer.
2.3
Kuantisasi
Secara singkat:
Kuantisasi
·
Merupakan
proses klasifikasi cuplikan sinyal ke dalam interval-interval kuantisasi
·
Kuantisasi
biasanya juga meliputi penyandian sekaligus
·
Jangkauan
kerja sinyal dibagi menjadi interval-interval kuantisasi (sebesar S) sesuai
jumlah bit untuk penyandian
·
Jumlah
interval kuantisasi ditentukan dengan formula
Jumlah interval = 2n
Dengan n adalah jumlah bit untuk penyandian
Misalnya: untuk telefon, menggunakan penyandian dengan
8 bit, maka jumlah
interval kuantisasinya adalah 28 = 256
Dengan demikian, besarnya interval
kuantisasi dapat dirumuskan sbb:
·
Ada 2
jenis kuantisasi:
a) kuantisasi seragam → interval
kuantisasi sama besar
b) kuantisasi tak seragam → interval
kuantisasi tidak sama besar
- S kecil untuk sinyal dengan level
rendah
- S besar untuk sinyal dengan level
tinggi
Gambar 2 Ilustrasi proses kuantisasi dan penyandian
Derau kuantisasi adalah perbedaan antara sinyal input
dan output pada kuantisasi.
Seperti telah dijelaskan , proses sampling dapat dikatakan sebagai proses modulasi amplitudo pulsa (Pulse Amplitudo Modulation – PAM) ,
dimana sinyal informasi digunakan langsung untuk memodulasi deretan pulsa pulsa
pembawa (pulse sampling) . Dalam bentuk
sederhana sinyal PAM dapat ditrasmisikan secara langsung . Mengingat amplitudo
yang ditransmisikan secara langsung . Mengingat amplitudo yang ditransmisikan
tidak terbatas jumlahnya sehingga noise
dan gangguan lain dapat dengan mudah masuk kedalam sistem maka sisten ini
jarang digunakan.
Ada beberapa sarana utama yang dipakai untuk menerima informasi,
yaitiu telingan untuk informasi audio dan mata untuk informasi gambar . Karena
kedua sarana tersebut tidak adapat mengikuti perubahan sinyal secara detail ,
maka tidaklah perlu untuk mengirikkan semua tingkatan amplitudo sinyal yang
mungkin. Dengan adanya keterbatasan ini , dimungkinkan untuk mentransmisikan
tingkatan amplitudo sinyal tertentu.
Dalam proses kuantisasi ini , jangkauan (range) amplitudo sinyal informasi yang diijinkan dibagi dalam
tingkatan tingkatan amplitudo tertentu . Tingkatan amplitudo ini disebut
denngan tingkatan kuantisasi dan jarak antara dua tingkatan amplitudo yang
berdekatan disebut dengan interval kuantisasi. Amplitudo dari setiap sinyal
sampel dibulatkan keamplitudo kuantisasi yang terdekat. Untuk lebih jelasnya
lihat gambar 2.6.
Gambar 2.6 Sinyal sampel yang dikuantisasi
2.4 Pengkodean
Secara singkat:
Coding merupakan
proses perubahan sinyal yang masih berbentuk analog menjadi sebuah sinyal digital,
dimana terdiri dari 2 blok utama, yaitu :
- A/D konverter adalah merubah sinyal analog menjadi kode biner, akan
tetapi keluarannya berbentuk paralel.
- D/A konverter adalah mengubah bentuk deretan paralel kode biner
menjadi serial.
Sinyal sampel yang telah dikuantisasi dapat ditransmisikan
secara langsung sebagai sinyal PAM yang
terkuantisasi (PAM-er). Banyak tingkatan amplitudo yang ditransmisikan
menyebabkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penerimaannya relatif besar.
Oleh karena kelemahan ini sistem PAM ini lebih banyak digunakan sebagai proses
antara dari sistem PCM.
Dalam sistem PCM , sinyal PAM yang terkuantisasi dan sebelum
ditransmisikan terlebih dahulu dikode kedalam kode n-bit. Setiap sinyal sampel
yang telah terkuantisasi dikode kedalam satu kode yang terdiri dari n buah
pulsa , masing masing pulsa mempunyai m kemungkinan amplitudo yang berbeda. N
buah pulsa tersebut harus ditransmisikan dalam selang per-sampling-an yang
telah dijatahkan untuk setiap sampel . Jumlah kombinasi kode yang dapat
terwakili oleh n buah pulsa m tingkatan ini adalah sama dengan jumlah tingkatan
kuantisasi M. Sehingga ;
M= mn ……………………………………………………………………(2-7)
Pada umumnya dalam PCM digunakan kode biner. Kode biner merupaka
suatu kode yang hnaya memiliki dua tingkatan
amplitudo yang berbeda, yang dinotasikan dengan angka 1 dan 0 , dimana
angka 1 melambangkan ada arus (pulsa positif) dan angka 0 menyatakan tidak
adanya arus (pulsa negatif). Sehingga kombinasi kode n-bit adalah 2n
buah.
Salah satu prosedur pengkodean dengan kode biner yang sederhana
adalah mengikuti konversi desimal ke biner. Tingkatan tingkatan amplitudo
kuantisasi diberi nomor dengan bilangan desimal, selanjutnya setiap tingkatan
kuantsasi tersebut dikonversikan ke dalam bilangan biner. Dalam tabel 2-1 ditunjukkan
konversi bilangan desimal kedalam bilangan biner 4-bit.
DESIMAL
|
BINER
|
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
|
0000
0001
0010
0011
0100
0101
0110
0111
1000
1001
1010
1011
1100
1101
1110
1111
|
Tabel 2-1 Konversi desimal ke biner 4-bit
Gambar 2.7 Macam-macam kode biner
Untuk mempresentasikan simbul biner
0 dan 1 dengan sinyal listrik ada beberapa cara , seperti ditunjukkan dalam
gambar 2-7, diantaranya :
a.
Kode biner diwakili oleh adanya
arus untuk mewakili bit 1 dan tidak adanya arus untuk mewakili bit 0. Bentuk
sinyal seperti ini disebut sinyal unipolar.
b.
Kode biner diwakili oleh pulsa
positif untuk bit 1 dan pulsa negatif untuk bit 0. Bentuk sinyal ini dinamakan
sinyal bipolar.
c.
Return-to-Zero (RZ), bit 1 diwakili oleh
adanya arus (dengan lebar setengah simbol)
dan bit 0 diwakili oleh tidak adanya
arus.
d.
Pseudoternary, bit 1 diwakili oleh pulsa
positif dan pulsa negatif secara bergantian dan bit 0 diwakili oleh tidak
adanya arus.
e.
Kode Manchester, bit 1 diwakili oleh pulsa positif yang diikuti oleh
pulsa negatif (dengan lebar setiap pulsa
adalah setengah simbol) dan untuk bit 0 polaritas dari bit 1 ini dibalik.
Dengan mentransmisikan pulsa-pulsa biner beramplitudo cukup besar,
dapat dijamin pendeteksian yang benar, sehingga pulsa yang dipengaruhi oleh
noise memiliki kesalahan serendah mungkin pada proses pendeteksian.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar