PCM dengan Sampling, Kuantisasi, Pengkodean

APA ITU PCM???????

PCM / Pulse Code Modulation atau Modulasi Kode Pulsa adalah salah satu teknik memproses suatu sinyal analog menjadi sinyal digital melalui kode-kode pulsa. Proses-proses utama pada sistem PCM, diantaranya Proses Sampling (Pencuplikan), Quantizing (Kuantisasi), Coding (Pengkodean), Decoding (Pengkodean Kemba
li).

1. Sampling adalah : proses pengambilan sample atau contoh besaran sinyal analog pada titik tertentu secara teratur dan berurutan
Frekuensi sampling harus lebih besar dari 2 x frekuensi yang disampling (sekurang-kurangnya memperoleh puncak dan lembah) [teorema Nyqust]
Hasil penyamplingan berupa PAM (Pulse Amplitude Modulation
2.   Quantisasi : Proses menentukan segmen-segmen dari amplitudo sampling dalam level-level kuantisasi
Amplitudo dari masing-masing sample dinyatakan dengan harga integer dari level kuantisasi yang terdekat
3.   Pengkodean : proses mengubah (mengkodekan) besaran amplitudo sampling ke bentuk kode digital biner
4.   Multiplexing : dari banyak input menjadi satu output
fungsi : Untuk penghematan transmisi
Menjadi dasar penyambungan digital

 ket : LPF = Low Pass Filter
A/D = Analog to Digital
P/S = Paralel to Serial



Pada Gambar A ditunjukkan diagram blok proses pengiriman pada PCM diantaranya: Filter (LPF), Sampler, Quantizer dan Coder. Pada tahap pertama, sinyal input (analog) dengan frekuensi fm masih bercampur dengan noise atau sinyal lain yang berfrekuensi lebih tinggi. Untuk menghilangkan sinyal-sinyal yang tidak di inginkan(noise) tersebut digunakan LPF (low pass filter) seperti yang ditunjukkan Gambar B.


Ket : fm = frekuensi informasi
t = time / waktu
v = amplitudo / tegangan
Setelah sinyal di filter, selanjutnya adalah pengambilan sample seperti yang ditunjukkan pada Gambar A dan C. Frekuensi sampling (fs) harus lebih besar atau sama dengan dua kali frekuensi sinyal informasi (fs ≥ 2fm) ; sesuai dengan Theorema Nyquist. Sinyal output sampler disebut sinyal PAM (Pulse Amplitudo Modulation).

Sinyal PAM tersebut yang merupakan potongan dari sinyal aslinya kemudian diberi nilai (level) sesuai dengan amplitudo dari masing-masing sample sinyal (Gambar C). Jumlah pembagian level sinyal yang digunakan disuaikan dengan jumlah bit yang di inginkan untuk mengkodekan satu sample sinyal PAM berdasarkan persamaan berikut;  
N adalah jumlah level sample yang di ambil dan adalah jumlah bit yang digunakan untuk mengkodekan satu sinyal PAM. Misalkan sinyal-sinyal PAM tersebut akan dikodekan menjadi 4 bit maka jumlah level yang akan diperoleh adalah; 

Ket : LSB = Low Significant Band
MSB = Most Significant Band
Selanjutya, setiap sample yang telah terkuantisasi masuk ke dalam blok CODER. Pada tahapan ini , sample sinyal yang masih berbentuk analog dirubah menjadi biner dengan urutan serial. CODER sendiri terdiri dari dua blok utama yaitu, A/D Converter yang  berfungsi untuk merubah sinyal analog menjadi biner, akan tetapi keluarannya masih dalam bentuk parallel seperti yang di tunjukkan Gambar D, karenanya di butuhkan blok kedua berupa P/S Converter agar deretan biner menjadi serial.







Ket : S/P = Serial to Parallel
D/A = Digital to Analog
Pada penerima (Gambar E) sinyal yang masuk telah mengalami peredeman dan kembali bercampur dengan berbagai sinyal lain yang tidak di inginkan (noise) selama proses pengiriman, hal ini merusak sinyal informasi sehingga akan lebih sulit untuk di proses. Karenanya, sinyal harus diperbaiki terlebih dahulu dengan menggunakan “Regenerative Repeater” seperti yang ditunjukkan pada Gambar E dan F.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj41Fg_DKLOkFmMdLo8Add2kSID__kfn0MJ9uaief5pCclDvmAC91XI0QzEJ1onV3pfh8uecVhyphenhyphenovj47HhzxJBWzKxbrhQ2J6DMuMHHBoP6EuKEdjbt_Uo9Jrxmajpt6zoyQl4qeqHYBv-h/s400/f.jpg
Selanjutnya dengan menggunakan prinsip yang sama, deretan sinyal biner yang telah diperbaiki tersebut di rubah kembali menjadi bentuk analog  melalui proses DECODER. Sinyal yang masih merupakan deretan seri di rubah menjadi parallel dan dikonversikan ke analog, sehingga output DECODER merupakan sinyal PAM seperti yang terlihat pada Gambar E dan G. Sinyal PAM ini kemudian difilter dengan menggunakn LPF untuk mengembalikannya menjadi sinyal informasi yang di inginkan.



Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJI9vJs5QD3W4TEI9d8Qa_j78O9ecfjWEXl059zrTH50ndYwqr00H9ohr8ID2FYAH3Z7i20f1waCvA0Jx8hnnf18rP1VIiv0lyjdxnH14wcwJ-kh_XZgF9nNdYUMG6U1K9YsxnWfvFMhLy/s400/g.jpg


Penjelasan secara singkat:
Proses-proses dasar didalam teknik PCM adalah proses sampling, kuantisasi dan enkoding, seperti pada gambar dibawah ini.
Description: Modulasi
Sampling (pencuplikan) adalah proses pengambilan sampel-sampel dari sebuah sinyal kontinyu yang dilakukan dengan cara mengukur amplitudonya secara periodik di waktu-waktu tertentu. Kuantisasi adalah proses merepresentasikan sampel-sampel amplitudo yang didapatkan menjadi nilai-nilai (atau ‘tingkat-tingkat’) diskrit. Enkoding (penyandian) mengubah tingkat-tingkat diskrit ini menjadi sekumpulan kode sandi digital. Proses sampling mengubah sebuah sinyal kontinyu menjadi sinyal diskrit pada sumbu waktu, sedangkan proses kuantisasi mengubah nilai-nilai amplitudo yang kontinyu menjadi nilai-nilai ‘tingkat’ yang diskrit. Sehingga, sampling dan kuantisasi secara total mengubah sebauh sinyal analog menjadi sinyal digital. Operasi sampling dan kuantisasi biasanya dijalankan oleh sebuah perangkat yang sama, yang disebut konverter analog-ke-digital (konverter A/D). Namun, adalah proses enkoding yang membedakan PCM dari teknik-teknik modulasi pulsa analog.




Untuk lebih jelasnya:
Modulasi Kode Pulsa (PCM)
           PCM merupakan suatu sistem penyaluran sinyal dimana sebelum ditrasmisikan, sinyal informasi yang umumnya analog terlebuh dulu dikonversikan kedalam bentuk kode . Kode yang umum digunakan dalam PCM adalah kode biner n-bit.
           Dalam perkembangannya dan dari berbagai analisa yang telah dilakukan , diakui bahwa sistem PCM mempunyai keunggulan diantaranya sistem peyaluran informasi yang ada . Keunggulan yang paling menonjol adalah kemampuanya dalam menekan noise dan interferensi.
Text Box:
           Secara blok diagram sistem PCM ini ditunjukkan dalam gambar 2.1. Untuk membangkitkan sinyal PCM dari sumber analog pada dasarnya memerlukan tiga proses dasar yaitu, sampling, kuantisasi dan pengkodean (coding). Untuk membangkitkan kembali sinyal informasi aslinya , pada bagian penerima dibutuhkan proses sebaliknya yaitu, pedekodean (decoding) serta pengembalian sinyal ke bentuk analognya dengan menggunkan filter low-pass.
Gambar 2.1  Sistem Modulasi Kode Pulsa
2.2    Sampling
Proses sampling merupakan proses awal untuk mengkonversikan sinyal analog menjadi sinyal digital .Dalam proses ini sinyal analog disampel secara periodik dalam selang waktu yang tetap, sehingga diperoleh sinyal yang diskontinyu dengan amplitudo sesaat dari sinyal analog tersebut.
Prinsip dari proses sampling dapat dijelaskan dengan menggunakan switching sampling seperti yang ditunjukkan dala gambar 2.2.
Text Box:
Gambar 2.2    Switching Sampling

Switch secara periodik bergiliran antara dua buah kontak dengan laju fs (laju sampling), dengan fs= 1/Ts  Hz , dimana Ts adalah waktu bagi switch untuk kembali keposisi semula atau disebut dengan periode sampling.  Keluaran dari proses sampling xs (t) terdiri dari segmen x(t) dan dapat dinyatakan sebagai:
            xs(t) = x(t). S(t)………………………………………………………….. (2-1)
dimana x(t) adalah sinyal analog yang disampel dan S(t) merupakan fungsi switching atau sampling yang berupa deretan pulsa-pulsa periodik seperti ditunjukkan pada gambar 2.3.






Gambar 2.3  Sampling diartikan sebagai perkalian


Text Box:

            Dengan memperhatikan persamaan 2-1, proses sampling dapat dikatakan sebagai ptoses modulasi amplitido denag S(t) sebagai gelombnagn pembawa dengan frekuensi ws dan  x(t) sebagai gelombang pemodulasi denagn frekuensi wm. Dengan menggunakan deret Fourier S(t) dapat dinyatakan sebagai:

            …………………………………………………(2-2)
dimana  a0 adalah komponen searah dari sinyal dan an merupakan konstanta fourier yang nilainya tergantung dari bentuk sinyal . Dengan mengansumsikan bahwa x(t) merupakan suatu gelombang sinusoida didapatkan:
           
            ………………………………….(2-3)
dengan menggunakan aturan trigomometri didapatkan:

            ……………..(2-4)
Dari persamaan 2-4 dapat digambarkan bentuk spektrum frekuensinya seperti gambar 2.4.






Text Box:

                                Gambar 2.4     Spektrum frekuensi sinyal sampel

            Dari bentuk spektrum sinyal sampel diatas , dapat direkonstruksikan kembali sinyal yang dibatasi pita wm dengan menggunakan atau melewatkan sinyal sampel pada filter low fass yang memiliki lebar pita (bandwidth) wm. Untuk dapat memisahkan sinyal pita dasar dari harmonisanya tanpa distorsi harus memenuhi syarat:
            ws- w³ wm………………………………………………………………(2-5)
sehingga diperoleh bahwa :
            fs ³ 2 fm……………………………………………………………………(2-6)
dimana fs merupakan frekuensi sampling dan fm adalah frekuensi tertinggi dari sinyal yang diijinkan.
            Variasi laju sampling fm serta hubungnnya dengan bentuk spektrum frekuensi sinyal diilustrasikan pada gambar 2-5. Dari gambar ini dapat dijelaskan tiga keadaan penting dari proses sampling serta hubungannya dengan rekonstruksi sinyal dipenerima yaitu:






Text Box:

                                Gambar 2.5   Laju sampling dan Spektrum sinyal sampel

1.      Keadaan dimana frekuensi sampling fs sama dengan dua kali frekuensi tertinggi sinyal (fs = 2 fm) , gambar (b). Spektrum sinyal dasar akan tepat berimpit dengan harmonisanya . Keadaan khusus ini merupakan laju sampling minimum yang disebut dengan laju Nyquist . Sinyal dasar dapat dipisahkan dari harmonisanya dengan suatu filter low-pass yang memiliki karakteristik dengan frekuensi potong yang sangat tajam , filter seperti ini sangat sulit direalisasikan dalam praktek.
2.      Kedaan dimana fs lebih kecil dari 2fm , gambar (c) . Spektrum sinyal pita dasar tumpang tindih dengan harmonisanya . Gejala ini dinamakan   aliasing. Sinyal dasar tidak dapat dipisahkan dari harmonisanya tanpa distorsi.
3.      Kedaan dimana fs lebih besar dari 2fm , gambar (d) . Diantara sinyal pita dasar dan harmonisanya terdapat celah kosong yanng dinamakan pita penjaga (bodyguard) . Sinyal dasar dengan mudah dapat dipisahkan dari harmonisanya dengan suatu filter low-pass dengan lebar pita fm tanpa distorsi.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk dapat mengambil kembali sinyal yang disampel tanpa distorsi (cacat) dengan filter low-pass diperlukan laju sampling minimum dua kali dari frekuensi sinyal sumber tertinggi yang diijinkan.
            Dalam prakteknya laju sampling lebih sering dipilih lebih besar dari dua kali frekuensi tertinggi sinyal sumber analog. Ini maksudnya untuk mendapatkan kembali sinyal yang disampel relatif lebih mudah dan tidak terdistorsi. Sebagai contoh, untuk sinyal telepon yang dibatasi pita pada 0,3  -  3,4 KHz , dipilih frekuensi sampling sebesar 8 khz , sehingga antara sinyal dasar dengan harmonisanya terdapat pita penjaga sebesar 1,2 khz.
Atauu
Proses sampling/pencuplikan
Proses ini mengubah representasi sinyal yang tadinya berupa sinyal kontinyu menjadi sinyal diskrit. Dapat juga diibaratkan sebagai sebuah saklar on/off yang membuka dan menutup setiap periode tertentu(T)
Description: https://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/sampler.jpg?w=570
Sinyal sampling ideal (r*(t)) dapat kita nyatakan dalam bentuk perkalian sinyal input r(t) dan sinyal delta pulse train P(t).
Description: https://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/perkalian-sampling.jpg?w=570
Bentuk matematis ialah
Description: https://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/model-matematis.jpg?w=570
Description: https://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/sinyal_diskrit-rt.jpg?w=570
Gambar hasil sampling ideal
Hasil Sampling Menggunakan Matlab
Description: https://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/hasil-sampling-matlab.jpg?w=570
Kaidah sampling
Kecepatan pengambilan sampel (frekuensi sampling) dari sinyal analog yang akan dikonversi haruslah memenuhi kriteria Nyquist yaitu:
Description: https://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/rumus-sampling.jpg?w=570dimana frekuensi sampling (Fs) minimum adalah 2 kali frekuensi sinyal analog yang akan dikonversi (Finmax). Misalnya bila sinyal analog yang akan dikonversi mempunyai frekuensi sebesar 100Hz maka frekuensi sampling minimum dari ADC adalah 200Hz. Atau bila dibalik, bila frekuensi sampling ADC sebesar 200Hz maka sinyal analog yang akan dikonversi harus mempunyai frekuensi maksimum 100Hz. Apabila kriteria Nyquist tidak dipenuhi maka akan timbul efek. Disebut aliasing karena frekuensi tertentu terlihat sebagai frekuensi yang lain (menjadi alias dari frekuensi lain).
Description: https://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/aliassing.jpg?w=570
Zero Order Hold
Untuk menjadikan sinyal kontinyu terkuantisasi dapat didekati dengan rangkaian ‘Zero Order Hold’
Description: https://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/sampling-zoh.jpg?w=570
Sinyal hasil sampling yang telah berubah dari sinyal kontinus menjadi sinyal diskrit harus dikalikan dengan impulse respon dari zero-order hold, hal ini agar sinyal tersebut menjadi sinyal kontinyu terkuantisasi.
Impuls respon dari zero-order hold:
Description: https://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/zero-order-hold.jpg?w=570
Persamaan g(t) di atas bila di-laplace-kan menjadi:
Description: https://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/formula-zero-order-hold.jpg?w=570
Berikut hasil sampling ideal dan ZOH
Description: https://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/rangkaian-zoh.jpg?w=570
Aplikasi Sampling Process
Dalam sistem kontrol digital terdapat konverter A/D yang berfungsi mengubah sinyal kontinyu menjadi sinyal diskrit. Proses sampling terjadi pada blok A/D dimana sinyal error analog diubah ke sinyal digital untuk kemudian diproses oleh komputer.
Description: https://fahmizaleeits.files.wordpress.com/2010/07/aplikasi.jpg?w=570


2.3    Kuantisasi
Secara singkat:
Kuantisasi
·                      Merupakan proses klasifikasi cuplikan sinyal ke dalam interval-interval kuantisasi
·                      Kuantisasi biasanya juga meliputi penyandian sekaligus
·                      Jangkauan kerja sinyal dibagi menjadi interval-interval kuantisasi (sebesar S) sesuai jumlah bit untuk penyandian
·                      Jumlah interval kuantisasi ditentukan dengan formula
Jumlah interval = 2n
Dengan n adalah jumlah bit untuk penyandian
Misalnya: untuk telefon, menggunakan penyandian dengan 8 bit, maka jumlah
interval kuantisasinya adalah 2= 256

Dengan demikian, besarnya interval kuantisasi dapat dirumuskan sbb: 
·                      Ada 2 jenis kuantisasi:
a) kuantisasi seragam → interval kuantisasi sama besar
b) kuantisasi tak seragam → interval kuantisasi tidak sama besar
- S kecil untuk sinyal dengan level rendah
- S besar untuk sinyal dengan level tinggi 

Gambar 2 Ilustrasi proses kuantisasi dan penyandian
Derau kuantisasi adalah perbedaan antara sinyal input dan output pada kuantisasi.

Seperti telah dijelaskan , proses sampling dapat dikatakan sebagai proses modulasi amplitudo pulsa (Pulse Amplitudo Modulation – PAM) , dimana sinyal informasi digunakan langsung untuk memodulasi deretan pulsa pulsa pembawa (pulse sampling) . Dalam bentuk sederhana sinyal PAM dapat ditrasmisikan secara langsung . Mengingat amplitudo yang ditransmisikan secara langsung . Mengingat amplitudo yang ditransmisikan tidak terbatas jumlahnya sehingga noise dan gangguan lain dapat dengan mudah masuk kedalam sistem maka sisten ini jarang digunakan.
Ada beberapa sarana utama yang dipakai untuk menerima informasi, yaitiu telingan untuk informasi audio dan mata untuk informasi gambar . Karena kedua sarana tersebut tidak adapat mengikuti perubahan sinyal secara detail , maka tidaklah perlu untuk mengirikkan semua tingkatan amplitudo sinyal yang mungkin. Dengan adanya keterbatasan ini , dimungkinkan untuk mentransmisikan tingkatan amplitudo sinyal tertentu.
Dalam proses kuantisasi ini , jangkauan (range) amplitudo sinyal informasi yang diijinkan dibagi dalam tingkatan tingkatan amplitudo tertentu . Tingkatan amplitudo ini disebut denngan tingkatan kuantisasi dan jarak antara dua tingkatan amplitudo yang berdekatan disebut dengan interval kuantisasi. Amplitudo dari setiap sinyal sampel dibulatkan keamplitudo kuantisasi yang terdekat. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 2.6.
Text Box:
Gambar 2.6  Sinyal sampel yang dikuantisasi
2.4    Pengkodean
Secara singkat:
Coding  merupakan proses perubahan sinyal yang masih berbentuk analog menjadi sebuah sinyal digital, dimana terdiri dari 2 blok utama, yaitu :
  • A/D konverter adalah merubah sinyal analog menjadi kode biner, akan tetapi keluarannya berbentuk paralel.
  • D/A konverter adalah mengubah bentuk deretan paralel kode biner menjadi serial.

Sinyal sampel yang telah dikuantisasi dapat ditransmisikan secara  langsung sebagai sinyal PAM yang terkuantisasi (PAM-er). Banyak tingkatan amplitudo yang ditransmisikan menyebabkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penerimaannya relatif besar. Oleh karena kelemahan ini sistem PAM ini lebih banyak digunakan sebagai proses antara dari sistem PCM.
Dalam sistem PCM , sinyal PAM yang terkuantisasi dan sebelum ditransmisikan terlebih dahulu dikode kedalam kode n-bit. Setiap sinyal sampel yang telah terkuantisasi dikode kedalam satu kode yang terdiri dari n buah pulsa , masing masing pulsa mempunyai m kemungkinan amplitudo yang berbeda. N buah pulsa tersebut harus ditransmisikan dalam selang per-sampling-an yang telah dijatahkan untuk setiap sampel . Jumlah kombinasi kode yang dapat terwakili oleh n buah pulsa m tingkatan ini adalah sama dengan jumlah tingkatan kuantisasi M. Sehingga ;
M= mn ……………………………………………………………………(2-7)
Pada umumnya dalam PCM digunakan kode biner. Kode biner merupaka suatu kode yang hnaya memiliki dua tingkatan   amplitudo yang berbeda, yang dinotasikan dengan angka 1 dan 0 , dimana angka 1 melambangkan ada arus (pulsa positif) dan angka 0 menyatakan tidak adanya arus (pulsa negatif). Sehingga kombinasi kode n-bit adalah 2n buah.
Salah satu prosedur pengkodean dengan kode biner yang sederhana adalah mengikuti konversi desimal ke biner. Tingkatan tingkatan amplitudo kuantisasi diberi nomor dengan bilangan desimal, selanjutnya setiap tingkatan kuantsasi tersebut dikonversikan ke dalam bilangan biner. Dalam tabel 2-1 ditunjukkan konversi bilangan desimal kedalam bilangan biner 4-bit.




                       
DESIMAL
BINER
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
0000
0001
0010
0011
0100
0101
0110
0111
1000
1001
1010
1011
1100
1101
1110
             1111

                                Tabel 2-1  Konversi desimal ke biner 4-bit

Text Box:

                                Gambar 2.7   Macam-macam kode biner
            Untuk mempresentasikan simbul biner 0 dan 1 dengan sinyal listrik ada beberapa cara , seperti ditunjukkan dalam gambar 2-7, diantaranya :
a.       Kode biner diwakili oleh adanya arus untuk mewakili bit 1 dan tidak adanya arus untuk mewakili bit 0. Bentuk sinyal seperti ini disebut sinyal unipolar.
b.      Kode biner diwakili oleh pulsa positif untuk bit 1 dan pulsa negatif untuk bit 0. Bentuk sinyal ini dinamakan sinyal bipolar.
c.       Return-to-Zero (RZ), bit 1 diwakili oleh adanya arus (dengan lebar setengah simbol) dan bit 0 diwakili oleh  tidak adanya arus.
d.      Pseudoternary, bit 1 diwakili oleh pulsa positif dan pulsa negatif secara bergantian dan bit 0 diwakili oleh tidak adanya arus.
e.       Kode Manchester, bit 1 diwakili oleh pulsa positif yang diikuti oleh pulsa negatif (dengan lebar setiap pulsa adalah setengah simbol) dan untuk bit 0 polaritas dari bit 1 ini dibalik.
Dengan mentransmisikan pulsa-pulsa biner beramplitudo cukup besar, dapat dijamin pendeteksian yang benar, sehingga pulsa yang dipengaruhi oleh noise memiliki kesalahan serendah mungkin pada proses pendeteksian.

Sumber:


















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Modulasi, Analog Dan Digital

Sistem akses pada FDMA, TDMA, dan CDMA